SpongeBob SquarePants
Zobotrick

Blog anak Wonosobo

Showing posts with label Coretan. Show all posts
Showing posts with label Coretan. Show all posts
They Never Know How Much I'm Suffering

They Never Know How Much I'm Suffering

Aku menulis ini bukannya aku ingin curhat atau bahkan mengeluh. Hanya saja pikiranku saat ini terasa sesak sekali. Ingin rasanya kutuangkan semuanya ke dalam tulisan. Aku merasa hampa dan kosong, rasanya apa yang kuinginkan semuanya lenyap dari kehidupanku. Aku menderita trauma berkepanjangan, hingga akhirnya aku membenci manusia. Aku hanya mengurung diriku di kamarku, mencari hiburan sendiri yang kuinginkan. Karena tak ada manusia lain yang dapat membuatku tersenyum kembali. Sudah tak terhitung berapa banyak penderitaan yang kualami, tak ada satupun yang mengerti diriku. Berapa kali sudah kucoba untuk mengakhiri hidupku, tapi semua itu gagal. Mungkinkah Tuhan masih ingin aku hidup lebih lama? Ataukah Tuhan ingin aku menderita lebih lama lagi?

Aku hidup tanpa tahu apa itu kasih sayang. Mungkin orang tuaku menyayangiku, tapi aku tak dapat merasakan kasih sayang mereka. Saudaraku? Ketika kami bertengkar, aku adalah orang yang paling menderita karena aku harus merasakan bagaimana rasanya kekerasan itu. Aku lemah, aku tak bisa melawannya dengan tenagaku yang lemah ini. Aku tak dapat merasakan kasih sayang dari saudara-saudaraku. Sepupuku yang dulu berteman akrab denganku, kini menjauhiku karena aku sudah menjadi makhluk penyediri yang aneh. Dia pasti tidak ingin berteman denganku lagi, karena aku ini tidak seperti teman-teman menyenangkan yang ia temui di lingkungan pergaulannya. Nenekku? Ia selalu merawatku, ketika aku mogok makan, dialah yang memaksaku untuk makan. Ketika aku butuh sesuatu, dia berusaha untuk memenuhinya. Kasih sayang? Ataukah hanya belas kasihan? Atau mungkin memang benar kata orang-orang, aku tak lagi memiliki hati ataupun perasaan.

Aku tak pernah memiliki sahabat sejati. Orang-orang hanya datang dan pergi. Ketika mereka melihat kekuranganku, mereka tak lagi membutuhkanku. Mereka membuangku seperti sampah. Iya, aku memanglah sampah. Dan lebih buruk lagi, mereka berbuat kasar padaku atau mencemoohku di depan maupun di belakangku. Hal-hal seperti itu rasanya sudah menjadi sebuah kebiasaan yang harus aku terima setiap kali aku harus beriteraksi dengan manusia lain. Aku sudah lupa bagaimana rasanya bersenang-senang dengan teman. Ataukah mungkin aku tak pernah merasakannya?

Suatu hari, ada seorang “pangeran” yang datang menolongku. Ia sangat baik dan ramah kepadaku. Ia berbeda dengan manusia lain, ia memiliki hati yang tulus. Ia mendekapku dalam pelukan hangatnya, ketika aku sedang bersedih. Ia mencoba menghiburku dengan segala macam cara agar aku tersenyum. Suatu hari ia menghilang dari kehidupanku, tanpa meninggalkan jejak. Ketika ia menghilang, aku baru sadar bahwa aku mencintainya. Aku terus mencarinya, namun aku tak dapat menemukannya. Suatu hari, ia kembali lagi ke kehidupanku. namun sang “pangeran” sudah menemukan “tuan putrinya”. Ia juga tak lagi mengingatku, semua kenangan kami sudah hilang dari ingatannya. Ia kembali meninggalkanku, dengan diriku yang terluka karenanya. Bad End-

Ketika aku sudah mulai melupakan “pangeran” itu, aku bertemu kembali dengan seseorang. Ia datang saat aku mengira diriku akan kembali kesepian. Ia menyembuhkan luka yang sudah sejak lama aku alami. Ia menggenggam tanganku dan membagi kehangatannya, saat tidak ada orang lain yang sudi menyentuh tanganku. Ia tersenyum padaku tiap kali kami bertemu, seolah ia juga menantikan pertemuan itu. Waktu-waktu bersamanya sungguh berharga bagiku. Namun tanpa kusadari, semakin lama semakin terasa jarak di antara kami. Dan jarak itulah yang membuat perasaanku semakin tumbuh. Awalnya, aku mengira aku hanya ingin bersahabat dengannya. Namun perasaan ini, ini lebih dari kasih sayang seorang sahabat. Perlahan kusadari, aku mencintainya setulus hati. Aku ingin selalu bersamanya, menghabiskan waktu-waktu yang menyenangkan bersamanya. Meski kami terpisah, aku selalu berusaha untuk menghubunginya, aku tak ingin komunikasi kami terputus. Aku selalu ada untuknya saat ia membutuhkanku. Dan aku selalu datang padanya saat aku sedang bahagia maupun berduka. Aku selalu menceritakan banyak hal tentang diriku padanya. Aku selalu berusaha untuk membuatnya bahagia semampu diriku. Tidak masalah jika ia tidak membalas perasaanku, asalkan ia menganggapku sebagai sahabat baiknya, itu sudah lebih dari cukup bagiku. Aku ingin selalu bersamanya, dan menghabiskan waktu bersamanya. Karena dengan bersama dirinya, aku merasa begitu nyaman.

Namun apa yang aku dapat dari semua pengorbananku itu? Luka baru, air mata, derita, dan kesepian. Ia tak pernah membalas perasaanku, sedikitpun. Ia selalu menyakitiku, meski terkadang ia tak menyadarinya. Aku terluka karena ia tak melihatku saat aku rela tampil di depan ratusan orang dan menanggung semua rasa maluku untuk dirinya. Aku menangis berhari-hari di dalam kamarku dan menderita karena depresi, ia tak pernah tahu hal itu. Sudah tak terhitung berapa banyak air mata yang kuteteskan untuknya, ia tak pernah mengetahuinya. Meski seringkali ia ada untukku, namun aku tetap merasa kesepian. Seolah saat kami bersama, hanya aku yang menikmati kebersamaan itu. Ia lebih terlihat bahagia saat bersama orang lain. karena mungkin baginya aku hanyalah sampah, pengganggu, orang aneh. Aku terluka saat aku tahu ia mencintai orang lain. Namun ia tak pernah tahu semua itu. Tak peduli seberapa banyak penderitaan yang kualami, ia tak pernah mengetahuinya. Karena keberadaanku di sampingnya, tak pernah ada artinya. Tak peduli berapa banyak yang hal telah kulakukan dan kukorbankan untuknya. Hingga akhirnya kami berpisah, dan tak pernah bertemu lagi. Bad End-

Aku sudah menghilangkan perasaanku, bahkan hatiku. Hingga akhirnya aku tak dapat lagi merasakan apapun. Aku tak lagi percaya pada cinta atau manusia. Karena pada akhirnya, perasaanku ini tak pernah terbalas. Tak ada manusia yang sudi membalas perasaan seorang gadis buruk rupa dan aneh, yang terbuang dari kumpulan manusia sepertiku. Pada akhirnya, semua orang yang aku anggap spesial, ternyata sama saja seperti manusia lain. Hanya datang dan pergi, namun tak pernah kembali. Tak heran aku jadi membenci manusia. Aku mungkin tak dapat lagi merasakan cinta dan kasih sayang. Mungkin zat kimia pembentuk rasa cinta di otakku sudah habis kugunakan. Aku sudah tak memerlukannya lagi. Selama aku mencintai, yang bisa kurasakan hanya rasa sakit. Inikah cinta? Kesannya beda seperti di film-film dan buku-buku romantis, yang menggambarkan cinta itu indah dan berkilauan. Namun cinta yang kurasakan, begitu gelap, suram dan menyakitkan. Mungkin, akan lebih baik jika aku tak bisa merasakannya lagi.

Aku tidak peduli dengan semua nasehat yang orang lain berikan padaku. Aku sudah menutup hatiku rapat-rapat. Aku tak lagi mempunyai apa yang manusia sebut dengan perasaan. Yang bisa kurasakan hanya ruang yang hampa dan kosong. Hidupku kosong, hampa. Semua yang kulakukan tak ada artinya. Pada akhirnya, orang-orang hanya akan menjauhiku. Aku, keberadaanku tak pernah dianggap. Tak peduli berapa banyak kebaikan yang kulakukan. Aku lebih memilih menutup diriku dan menjauh dari manusia. Hidup itu sungguh menyakitkan. Manusia sungguh menakutkan. Yang mereka lakukan hanyalah menyakiti manusia lain, dan meninggalkannya ketika ia sudah tak berdaya. Aku menutup diri, menjauh dari pergaulan manusia. Dan aku kini hanya duduk terdiam di ruanganku sambil menunggu datangnya kematianku. Mungkinkah aku akan mati sebagai sampah yang tidak berguna?

Mengingatmu

Mengingatmu

Udara dingin pagi berhembus
Datang dengan seribu gelisah
Langkah kaki terasa berat
Masih terbawa beban masa lalu
Rasa takut akan dibenci
Membuat bungkam jadi pilihan
Berdiri sendiri terpaku
Melihat gerbang perak
Dengan lalu lalang manusia
Sejak kemarin hanya sendiri
Di tengah keramaian orang
Tak ada yang menemani
Manusia yang tak punya nyali
Lagi-lagi karena masa lalunya
Tak peduli seribu alasan dibaliknya
Karena takkan pernah ada
Yang tau atau yang ingin tau
Lamunanku tergugah
Oleh seberkas sinar harapan
Kau datang membawa kehangatan
Walau udara terasa dingin
Kau lemparkan senyum
Kau ulurkan tanganmu
Rasa sedih dan gelisah
Hilang dalam sekejap
Hari itu takkan pernah terlupa
Pertama kali ku bertemu denganmu
Yang datang bawa harapan baru
Buatku lupa akan masa lalu
Hapuskan luka

Yang buatku menderita 
Sampah Dunia

Sampah Dunia

Sedari dulu aku tak tau
Apa arti semua ini
Apa artinya sebuah pertemuan
Yang kuingat hanya
Senyuman itu
Pertama kali kau pandang aku
Pertama kali bahagia datang
Setelah sekian lama
Tapi kau torehkan luka
Setelah kau sembuhkan
Kau tinggalkan aku
Dengan rasa sakit
Karena aku tak pernah jujur
Padamu atau siapapun
Aku hanyalah sampah dunia
Yang tak dipedulikan siapapun
Yang tak pernah dianggap
Apa artinya seonggok sampah
Yang menginginkan permata
Bahkan manusia normal
Akan muntah melihat isi kepalaku
Mengetahui sebagaimana benarnya
Mereka kan menjinjingku
Dan melemparku
Ke tempat sampah
Tempat dimana seharusnya
Orang-orang sepertiku berada
Aku berbeda
Dan aku tak bisa melawannya
Dunia tetaplah pada
Pandangannya yang kotak
Dan mereka kan memusnahkan
Perbedaan
Yang mereka anggap kotor
Kau tau betapa
Menderitanya hidup di dunia
Yang penuh kekangan ini
Yang bisa kulakukan
Hanya mengagumimu
Dari balik tirai
Dengan leher tercekik
Oleh eratnya tali kekang
Karena mengungkapkan perasaan
Hanya akan menjadi neraka
Tak dapat berbuat apa-apa
Mulut diam seribu bahasa
Tak bisa berkata-kata
Terkunci oleh aturan
Dunialah yang berkuasa
Padahal aku tak bisa meminta
Jadi siapa atau seperti apa
Saat aku tercipta
Bukan salahmu jika kau akhirnya
Pergi bersamanya
Meninggalkanku dengan luka

Dan hati yang patah
Flashback

Flashback

Tetes demi tetes
Air mulai berjatuhan
Dari langit menuju bumi
Langit terlihat gelap
Namun masih menampakkan cahaya
Udara dingin menyeruak
Menimpa kulitku
Memenuhi saluran pernafasanku
Ingatanku kembali teresonansi
Seakan aku melakukan
Perjalanan waktu
Masih teringat jelas
Di dalam otak
Pertama kali mata kita bertemu
Pertama kali kau genggam tanganku
Pertama kali kau panggil namaku
Pertama kali kau lempar senyumanmu
Pertama kali kita saling bergurau
Tak terasa olehku
Waktu telah mengambil semuanya
Jarak telah mengakhirinya
Yang kuinginkan bukan hanya
Kenangan masa lalu belaka
Tapi aku ingin bersama
Denganmu wahai gerangan
Merajut kehidupan bersama
Hingga maut memisahkan kita
Sampai kapan aku terus meneteskan
Air mata kehilangan
Kehilangan dirimu
Yang dulu pernah singgah
Mengisi kehidupanku dengan warnanya
Sampai kapan aku terus menderita
Oleh cinta yang tak terbalas
Ku tahu kau telah bersamanya
Dan itu membuatku terluka
Kau tau betapa sedihnya
Betapa hebat derita
Yang harus kualami
Karena terus menahan
Perasaan cinta ini
Demi menjaga hatimu dan hatinya
Aku selalu iri padanya
Yang bisa membahagiakan
Dirimu sepenuhnya
Berbicara dan luangkan waktu
Untukmu sepenuhnya
Apa aku harus menjadi orang lain
Agar kau mau melihatku
Apa aku harus menghilang

Agar kau sadar bahwa aku ada
Balada Pemimpi (The Ballad of a Dreamer)

Balada Pemimpi (The Ballad of a Dreamer)

Masih teringat selalu
Masih terbayang di otakku
Sangat jelas
Terlihat di ruang gelap itu
Jelas nampak kecemasan
Di raut wajahnya
Ia datang dengan harapan
Yang diberi oleh seseorang
“Kamu bisa!”
“Aku akan mendukungmu!”
Itu yang ia katakan padanya
Ia nampak begitu takut
Melawan ketakutannya
Namun ia terlanjur yakin
Harapan yang ia bawa
Dari orang itu
Kelak kan membawanya menuju
Kehidupan baru yang lebih baik
Ia percaya keajaiban
Akan datang padanya
Dan ia tak lagi menjadi
Anak pendiam yang terbuang
Tak lagi menyendiri di sudut ruang
Tak lagi berkunci mulut
Tak lagi menjalani hari yang maya
Kecemasan dan ketakutan
Terselimut rasa bahagia
Ia begitu menyayangi orang itu
Mungkin nanti ia kan berterima kasih
Kepada orang itu
Karena telah memberinya harapan
Detik berganti menit
Menit berganti jam
Jam berganti hari
Ia berjuang keras demi orang itu
Terus berjuang dan berusaha
Ia juga ingin memperjuangkan
Impiannya walau itu mustahil
Harapan yang diberikan olehnya
Telah melekat kuat di hati
Saat pembuktian pun tiba
Aku berdiri di kejauhan
Ku lihat dirinya begitu gugup
Hanya demi sebuah harapan
Menghadapi ratusan pasang mata
Yang mungkin akan memujinya
Menyemangatinya
Meneriakinya
Atau bahkan menghinanya
Aku tersenyum memandanginya
Begitu besar ia menaruh harapan
Ia seperti tak peduli dengan
Ratusan mata yang memandang
Yang ia cari hanya satu mata
Mata orang itu
Pemberi harapan
Yang berjanji kan menyokongnya
Mendukungnya
Ia melihat sekeliling
Orang yang ia cari
Ia nantikan
Ternyata ia tak datang
Di saat ia membutuhkannya
Untuk mendukungnya
Seperti janjinya hari lalu
Aku mulai cemas padanya
Apa yang akan terjadi padanya
Aku tahu
Orang itu tak datang
Karena ia memang hanya seorang
Pemberi harapan
Bukan pewujud harapan
Ia juga lebih memilih
Mengurus urusannya sendiri
Ketimbang melihatnya
Melihat anak pendiam yang polos
Yang pertunjukannya hancur
Yang terlalu tinggi menaruh harapan
Terlalu percaya diri
Terlalu berambisi
Selesai menunjukkan semuanya
Ia terduduk lemas di sudut ruang
Ia terlihat buruk sekali
Ia selalu menatap ke bawah
Tak peduli orang bertanya
Apa yang terjadi dengannya
Aku duduk di sampingnya
Ku lihat ia masih terduduk
Kesedihan terpancar di wajahnya
Ia memegangi kepalanya
Ia ingin menangis tapi tak bisa
Ia tak peduli dengan apapun lagi
Ia pun pergi dengan putus asa
Ia mengurung dirinya
Berhari-hari ia teteskan air mata
Ia merasa harapannya telah musnah
Tak ada gunanya
Mengharap apapun lagi
Ia membenci dirinya sendiri
Karena ia tak bisa
Membenci orang itu
Si pemberi harapan yang juga
Memusnahkan harapannya
Ia berusaha memaafkannya
Meski ia selalu terluka karenanya
Karena ia menyanyanginya
Hati kecilnya yang tulus itu
Rupanya mengerti akan hadirnya cinta
Kasih sayangnya telah membutakannya
Ingin aku membantunya
Tapi tak ada yang bisa kulakukan
Semua itu hanya sia-sia
Takkan merubah keadaan
Aku hanya bisa
Memandangi kesedihannya
Di sampingnya

Dan bersedih bersamanya
Sajak Kesendirian

Sajak Kesendirian

Aku terus berjalan dan berjalan
Menapaki jalan kehidupan
Aku selalu sendirian
Hidup dalam cacian
Namun aku hanya duduk terpaku
Menatap langit kelabu
Berharap kan ada hari baru
Dan ia kan menemaniku
Duduk terdiam di sudut ruangan
Menghitung hari jadi keseharian
Terlalu lelah dalam kesendirian
Bersajak pun mulai enggan
Hari baru datang kemudian
Tak ada lagi cacian
Namun kesepian ini masih ada
Dan kau pun datang
Di kehidupan baruku
Saatku dilamun ragu
Akan datangnya teman hidup
Masih teringat jelas bayangmu
Pada saat kita bertemu
Teringat aku akan hangatnya
Genggaman tanganmu
Namun sayang seribu sayang
Aku tak pernah berfikir ke depan
Yang aku pikirkan hanyalah
Kebahagiaan yang telah kembali
Akan datangnya dirimu
Tatapan mata yang teduh
Begitu menentramkan
Jiwa yang sunyi senyap
Yang dulu selalu mengeluh
Akan derita hidup
Tapi kau buatku lupa
Bahwa pada tiap pertemuan
Akan ada pula perpisahan
Secara teknis memanglah benar
Kau tak pernah pergi
Tetapi jika secara logika
Hati kita sudah terlampau jauh
Seakan ada tembok pemisah
Aku tak bisa menyalahkanmu
Menyalahkan dirinya
Atau bahkan diriku sendiri
Kau buatku merasakan kembali
Dinginnya jiwa yang sepi
Cermin pun enggan melihatku
Karena ia selalu melihat
Orang yang sama
Setiap harinya
Dalam kesunyian ini
Ingin kuguratkan sajak kelabu
Tentang sedihnya hatiku
Di atas putihnya kertas
Aku membuatnya dengan air mata
Air mata kehilangan
Dirimu yang telah bersamanya
Pergi meninggalkan sepi
Denganku yang terluka
Menggenggam semua kenangan itu
Ku harap mesin waktu itu nyata
Dan semua kenangan itu
Tak hanya tertanam di pikiran
Namun akan kudatangi lagi
Dan kuubah hingga semua sejalan

Dengan apa yang kuinginkan





Masih Ingatkah?

Masih Ingatkah?


Untukmu yang saat ini masih kutunggu. Masih ingatkah dirimu kala hari itu? Saat kau mendatangiku dan kita berkenalan. Kukira tak ada yang mau bersamaku. Kukira takkan ada yang menemaniku. Tapi kau ada, kau hadir tuk menemaniku. Kau seolah memberiku harapan untuk bangkit kembali. Aku mengalami hari-hari yang cukup sulit sebelumnya. Tak ada yang mau berteman denganku yang tertutup ini. Semua seolah menjauhiku dan jijik kepadaku. Aku tau, aku hanya bagian dari kaum minoritas di dunia yang dikuasai oleh kaum mayoritas. Orang-orang menganggapku anak yang aneh. Aku terpuruk dan menderita dalam diamku. Aku sendirian, berjalan melewati kehidupan yang penuh badai. Namun, kau ulurkan tanganmu tuk menolongku yang terjatuh di dalam jurang keterpurukan sekian lama. Kau lukis warna di hidupku yang monotone ini. Kau genggam tanganku dan menuntunku berjalan menuju masa depan. Kau buat bibir ini tersenyum kembali. Kau adalah malaikat penolong bagiku. Kalau kau tak ada, entah apa jadinya hidupku yang tanpa warna itu.
Kita bersama-sama melangkah, meraih tujuan kita. Bersama-sama lewati hari-hari yang singkat ini. Saling bercerita dan bercanda. Masih ingatkah dirimu? Setiap hari aku menunggumu di depan, berharap kau kan datang dan kita bisa melewati hari bersama-sama. Senyumku terkembang saat kulihat kau datang dan menghampiriku. Aku bahagia saat kau ada bersamaku dan menemaniku. Aku ingin kau selalu bersamaku seperti ini. Namun, harapan itu sia-sia karena jalan kita berbeda. Kau semakin menjauh dan menjauh hingga aku tak dapat menggapaimu. Aku tahu, mungkin aku bukan siapa-siapa bagimu. Aku hanya anak pendiam yang numpang lewat di kehidupanmu. Aku hanya anak bodoh yang selalu percaya kepadamu dan sering memintamu tuk menemaniku. Aku tau, sahabat-sahabatmu yang sekarang pasti lebih membuatmu bahagia dan tertawa lebih keras daripada aku yang pendiam. Bagaimana aku dapat membuatmu senang, bahkan berbicara saja aku masih kaku. Aku hanya bisa mengungkapkan semua ini ke dalam tulisan.
Masih ingatkah hari itu? Saat aku mengacuhkanmu karena aku merasa kita sudah semakin berjauhan? Saat dia datang ke kehidupanku dan mencoba menghapus lukaku yang semakin melebar karena sikapmu? Sejatinya aku tak mau mengacuhkanmu, tapi keadaan memaksaku. Aku tau, kepribadian kita ini berbeda. Aku yang tertutup dan sering terlihat sendirian, dan jujur aku tak punya teman di kelasku. Aku hanya berjalan mengekor di belakang mereka. Dan hanya dipandang saat dibutuhkan. Sedangkan kau yang terbuka dan gampang berbaur dengan lingkungan. Tak heran bila dengan mudah kau dapat memiliki teman baru yang lebih menyenangkan. Aku sadar, aku hanya anak pendiam yang membosankan. Kita memang telah berbaikan di dalam pesan-pesan singkat. Namun hati ini masih canggung, sejujurnya aku kecewa dengan hidupku. Aku iri dengan orang-orang yang selalu bisa bersamamu. Mungkin bagi mereka itu biasa, tapi bagiku mereka adalah orang yang sangat beruntung. Mengapa aku bukanlah orang itu? Mengapa saat aku menemukanmu, kita dipisahkan seperti ini? Memang, dia datang dan mencoba menghapus lukaku yang semakin parah. Tapi aku tak bahagia bersamanya. Aku bukan seperti orang lain yang dengan mudah melupakan teman yang berarti begitu saja meski dirinya semakin menjauh karena sudah cukup memiliki teman yang membuatnya bahagia.
Aku mencoba melupakan semuanya, mencoba menerimamu walaupun kita jarang bersama. Hanya bisa berpapasan beberapa detik dalam waktu-waktu tertentu. Aku ingin memberontak, dan berteriak pada dunia bahwa aku membutuhkanmu. Tapi aku tak bisa, aku tak bisa memaksakan kehendakku. Aku sering diacuhkan oleh orang-orang disekitarku, itu sudah biasa. Dunia ini kebanyakan membutuhkan orang-orang yang pandai bicara. Sifat yang sangat berkebalikan denganku. Dunia ini hanya memandang sebelah mata orang-orang sepertiku. Aku tak punya kemampuan bersosialisasi yang baik. Aku tumbuh menjadi seorang pendiam yang sangat tertutup. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Kala jenuh, aku keluar menikmati udara segar di kebunku sambil merenung. Sangat berkebalikan dengan kehidupanmu bukan? Kau yang pandai bergaul, punya kemampuan sosial yang baik. Kau sering berjalan-jalan dan menikmati indahnya dunia luar. Temanmu banyak, mereka sering ada untukmu. Sedangkan aku tak selalu ada bersamamu saat kau senang maupun sedih. Aku tak bisa walau sejujurnya aku sangat ingin, sangat-sangat ingin. Tapi tak ada ruang bagiku untuk masuk ke kehidupanmu lagi. Kau yang sering bersenang-senang diluar bersama kawan-kawanmu. Aku yakin, hal itulah yang memberimu energi. Aku tak membutuhkan banyak teman. Aku hanya butuh teman yang benar-benar mengerti keadaanku dan menerimaku apa adanya, seperti dirimu. Aku yakin aku akan bahagia bila kita bisa sering-sering bersama meski hanya dirimu yang ada menemani kehidupanku. Namun, harapan tinggal harapan.
Masih ingatkah dirimu? Saat aku diminta mengikuti lomba bernyanyi. Sejujurnya aku tak mau, aku bukan orang yang suka dikelilingi oleh banyak orang. Aku meminta pendapatmu dan kau mau aku mengikutinya. Aku jadi bersemangat untuk mengikuti kompetisi itu karena dukungan darimu. Dan kau berkata kau akan menonton penampilanku. Aku berjuang dan berlatih keras demi tampil bagus di hadapanmu. Aku ingin membuatmu senang, hanya inilah caraku karena kita jarang bersama. Namun, kau tak datang untuk menonton seperti harapanku. Aku mulai putus asa, aku yang kehabisan energi karena harus tampil di depan umum ditambah lagi kau tak datang menonton. Penampilanku jadi kurang maksimal karena kau tak ada. Membuatku sangat sedih dan tertekan, aku tak percaya lagi dengan siapapun. Aku berkata padamu bahwa aku baik-baik saja, tapi tidak semudah itu. Aku jadi sering mengurung diri di kamar, kadang aku menangis. Aku harus menanggung malu karena tampil dan kesedihan karena kau tak datang menonton. Tekanan ini begitu besar hingga aku semakin menjadi seorang yang pemurung. Tersenyum pun rasanya berat. Aku bertekad aku takkan mengikuti kompetisi apapun lagi, jika kompetisi itu mengharuskanku tampil di depan umum. Traumaku kambuh lagi, dan aku sudah tak percaya dengan siapapun. Di sekolah aku sering sendirian karena mereka menganggapku semakin aneh. Aku bercerita padamu tapi seolah kau tak peduli dengan itu. Aku berharap dapat bersamamu agar sedikit mengurangi beban di hati tapi semua itu hanya tinggal angan saja. Dirimu yang tak peduli membuatku sedih. Aku melihatmu di hari itu, namun aku enggan menyapamu. Aku tak tau harus berbuat apa lagi. Mungkin aku terlalu mengharapkanmu, dan membuatmu risih.

Yah, aku memang hanya bisa menulis. Aku bukan orang yang pandai bicara. Mungkin tulisan ini begitu hiperbolik bagimu. Aku tak peduli, aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku. Mungkin aku hanya orang lewat yang samasekali tidak berharga bagimu. Tapi aku akan tetap menunggumu. Menunggumu menyadari semuanya. Semoga hari-harimu menyenangkan J
Persahabatan Singkat

Persahabatan Singkat



Gadis itu menunggu di depan
Hatinya masih tak menentu
Rambut cepak wajah muram
Kecemasan dan sisa-sisa kepedihan
Masih terpancar di wajah itu
Dia datang lemparkan senyum
Perkenalkan diri temani gadis itu
Yang sendiri menunggu
Entah sampai kapan dia akan terus menunggu
Akankah kedatangannya
Adalah akhir penantian gadis itu
Kedatangan gadis sebaya yang tak ia kenal
Gadis yang mengubah hidupnya
Hidup yang sebelumnya monotone
Menjadi penuh dengan warna
Semangat hidupnya yang dulu padam
Telah berkobar kembali
Kebahagiaan kembali terpancar
Di raut wajahnya
Kedatangannya begitu berarti
Hingga saat kebersamaan mereka
Tak ingin ia lewatkan sedetikpun
Namun kebersamaan itu tak berlanjut lagi
Pilihan telah memisahkan mereka
Gadis itu kembali murung
Yang tersisa hanyalah kekecewaan
Dia tak pernah datang lagi
Gadis itu kembali bersyair di dalam batin
Apalah arti persahabatan yang singkat ini
Gadis itu hanya meringkuk
Menangis dalam diam
Memberontak dalam diam
Ia tak pandai bercakap
Ia bukanlah orang yang banyak bicara
Air mata yang mengalir
Tak pernah dipedulikan
Ia masih mengharapkan kawannya

Yang tak peduli akan kehadirannya