SpongeBob SquarePants
Zobotrick

Blog anak Wonosobo

Masih Ingatkah?


Untukmu yang saat ini masih kutunggu. Masih ingatkah dirimu kala hari itu? Saat kau mendatangiku dan kita berkenalan. Kukira tak ada yang mau bersamaku. Kukira takkan ada yang menemaniku. Tapi kau ada, kau hadir tuk menemaniku. Kau seolah memberiku harapan untuk bangkit kembali. Aku mengalami hari-hari yang cukup sulit sebelumnya. Tak ada yang mau berteman denganku yang tertutup ini. Semua seolah menjauhiku dan jijik kepadaku. Aku tau, aku hanya bagian dari kaum minoritas di dunia yang dikuasai oleh kaum mayoritas. Orang-orang menganggapku anak yang aneh. Aku terpuruk dan menderita dalam diamku. Aku sendirian, berjalan melewati kehidupan yang penuh badai. Namun, kau ulurkan tanganmu tuk menolongku yang terjatuh di dalam jurang keterpurukan sekian lama. Kau lukis warna di hidupku yang monotone ini. Kau genggam tanganku dan menuntunku berjalan menuju masa depan. Kau buat bibir ini tersenyum kembali. Kau adalah malaikat penolong bagiku. Kalau kau tak ada, entah apa jadinya hidupku yang tanpa warna itu.
Kita bersama-sama melangkah, meraih tujuan kita. Bersama-sama lewati hari-hari yang singkat ini. Saling bercerita dan bercanda. Masih ingatkah dirimu? Setiap hari aku menunggumu di depan, berharap kau kan datang dan kita bisa melewati hari bersama-sama. Senyumku terkembang saat kulihat kau datang dan menghampiriku. Aku bahagia saat kau ada bersamaku dan menemaniku. Aku ingin kau selalu bersamaku seperti ini. Namun, harapan itu sia-sia karena jalan kita berbeda. Kau semakin menjauh dan menjauh hingga aku tak dapat menggapaimu. Aku tahu, mungkin aku bukan siapa-siapa bagimu. Aku hanya anak pendiam yang numpang lewat di kehidupanmu. Aku hanya anak bodoh yang selalu percaya kepadamu dan sering memintamu tuk menemaniku. Aku tau, sahabat-sahabatmu yang sekarang pasti lebih membuatmu bahagia dan tertawa lebih keras daripada aku yang pendiam. Bagaimana aku dapat membuatmu senang, bahkan berbicara saja aku masih kaku. Aku hanya bisa mengungkapkan semua ini ke dalam tulisan.
Masih ingatkah hari itu? Saat aku mengacuhkanmu karena aku merasa kita sudah semakin berjauhan? Saat dia datang ke kehidupanku dan mencoba menghapus lukaku yang semakin melebar karena sikapmu? Sejatinya aku tak mau mengacuhkanmu, tapi keadaan memaksaku. Aku tau, kepribadian kita ini berbeda. Aku yang tertutup dan sering terlihat sendirian, dan jujur aku tak punya teman di kelasku. Aku hanya berjalan mengekor di belakang mereka. Dan hanya dipandang saat dibutuhkan. Sedangkan kau yang terbuka dan gampang berbaur dengan lingkungan. Tak heran bila dengan mudah kau dapat memiliki teman baru yang lebih menyenangkan. Aku sadar, aku hanya anak pendiam yang membosankan. Kita memang telah berbaikan di dalam pesan-pesan singkat. Namun hati ini masih canggung, sejujurnya aku kecewa dengan hidupku. Aku iri dengan orang-orang yang selalu bisa bersamamu. Mungkin bagi mereka itu biasa, tapi bagiku mereka adalah orang yang sangat beruntung. Mengapa aku bukanlah orang itu? Mengapa saat aku menemukanmu, kita dipisahkan seperti ini? Memang, dia datang dan mencoba menghapus lukaku yang semakin parah. Tapi aku tak bahagia bersamanya. Aku bukan seperti orang lain yang dengan mudah melupakan teman yang berarti begitu saja meski dirinya semakin menjauh karena sudah cukup memiliki teman yang membuatnya bahagia.
Aku mencoba melupakan semuanya, mencoba menerimamu walaupun kita jarang bersama. Hanya bisa berpapasan beberapa detik dalam waktu-waktu tertentu. Aku ingin memberontak, dan berteriak pada dunia bahwa aku membutuhkanmu. Tapi aku tak bisa, aku tak bisa memaksakan kehendakku. Aku sering diacuhkan oleh orang-orang disekitarku, itu sudah biasa. Dunia ini kebanyakan membutuhkan orang-orang yang pandai bicara. Sifat yang sangat berkebalikan denganku. Dunia ini hanya memandang sebelah mata orang-orang sepertiku. Aku tak punya kemampuan bersosialisasi yang baik. Aku tumbuh menjadi seorang pendiam yang sangat tertutup. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Kala jenuh, aku keluar menikmati udara segar di kebunku sambil merenung. Sangat berkebalikan dengan kehidupanmu bukan? Kau yang pandai bergaul, punya kemampuan sosial yang baik. Kau sering berjalan-jalan dan menikmati indahnya dunia luar. Temanmu banyak, mereka sering ada untukmu. Sedangkan aku tak selalu ada bersamamu saat kau senang maupun sedih. Aku tak bisa walau sejujurnya aku sangat ingin, sangat-sangat ingin. Tapi tak ada ruang bagiku untuk masuk ke kehidupanmu lagi. Kau yang sering bersenang-senang diluar bersama kawan-kawanmu. Aku yakin, hal itulah yang memberimu energi. Aku tak membutuhkan banyak teman. Aku hanya butuh teman yang benar-benar mengerti keadaanku dan menerimaku apa adanya, seperti dirimu. Aku yakin aku akan bahagia bila kita bisa sering-sering bersama meski hanya dirimu yang ada menemani kehidupanku. Namun, harapan tinggal harapan.
Masih ingatkah dirimu? Saat aku diminta mengikuti lomba bernyanyi. Sejujurnya aku tak mau, aku bukan orang yang suka dikelilingi oleh banyak orang. Aku meminta pendapatmu dan kau mau aku mengikutinya. Aku jadi bersemangat untuk mengikuti kompetisi itu karena dukungan darimu. Dan kau berkata kau akan menonton penampilanku. Aku berjuang dan berlatih keras demi tampil bagus di hadapanmu. Aku ingin membuatmu senang, hanya inilah caraku karena kita jarang bersama. Namun, kau tak datang untuk menonton seperti harapanku. Aku mulai putus asa, aku yang kehabisan energi karena harus tampil di depan umum ditambah lagi kau tak datang menonton. Penampilanku jadi kurang maksimal karena kau tak ada. Membuatku sangat sedih dan tertekan, aku tak percaya lagi dengan siapapun. Aku berkata padamu bahwa aku baik-baik saja, tapi tidak semudah itu. Aku jadi sering mengurung diri di kamar, kadang aku menangis. Aku harus menanggung malu karena tampil dan kesedihan karena kau tak datang menonton. Tekanan ini begitu besar hingga aku semakin menjadi seorang yang pemurung. Tersenyum pun rasanya berat. Aku bertekad aku takkan mengikuti kompetisi apapun lagi, jika kompetisi itu mengharuskanku tampil di depan umum. Traumaku kambuh lagi, dan aku sudah tak percaya dengan siapapun. Di sekolah aku sering sendirian karena mereka menganggapku semakin aneh. Aku bercerita padamu tapi seolah kau tak peduli dengan itu. Aku berharap dapat bersamamu agar sedikit mengurangi beban di hati tapi semua itu hanya tinggal angan saja. Dirimu yang tak peduli membuatku sedih. Aku melihatmu di hari itu, namun aku enggan menyapamu. Aku tak tau harus berbuat apa lagi. Mungkin aku terlalu mengharapkanmu, dan membuatmu risih.

Yah, aku memang hanya bisa menulis. Aku bukan orang yang pandai bicara. Mungkin tulisan ini begitu hiperbolik bagimu. Aku tak peduli, aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku. Mungkin aku hanya orang lewat yang samasekali tidak berharga bagimu. Tapi aku akan tetap menunggumu. Menunggumu menyadari semuanya. Semoga hari-harimu menyenangkan J
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Coretan dengan judul Masih Ingatkah?. Jika kamu suka, jangan lupa like dan bagikan keteman-temanmu ya... By : Zobotrick
Ditulis oleh: Puspita Zulviandari - Sunday, July 5, 2015
Comments
0 Comments

Belum ada komentar untuk "Masih Ingatkah?"

Post a Comment