SpongeBob SquarePants
Zobotrick

Blog anak Wonosobo

They Never Know How Much I'm Suffering

Aku menulis ini bukannya aku ingin curhat atau bahkan mengeluh. Hanya saja pikiranku saat ini terasa sesak sekali. Ingin rasanya kutuangkan semuanya ke dalam tulisan. Aku merasa hampa dan kosong, rasanya apa yang kuinginkan semuanya lenyap dari kehidupanku. Aku menderita trauma berkepanjangan, hingga akhirnya aku membenci manusia. Aku hanya mengurung diriku di kamarku, mencari hiburan sendiri yang kuinginkan. Karena tak ada manusia lain yang dapat membuatku tersenyum kembali. Sudah tak terhitung berapa banyak penderitaan yang kualami, tak ada satupun yang mengerti diriku. Berapa kali sudah kucoba untuk mengakhiri hidupku, tapi semua itu gagal. Mungkinkah Tuhan masih ingin aku hidup lebih lama? Ataukah Tuhan ingin aku menderita lebih lama lagi?

Aku hidup tanpa tahu apa itu kasih sayang. Mungkin orang tuaku menyayangiku, tapi aku tak dapat merasakan kasih sayang mereka. Saudaraku? Ketika kami bertengkar, aku adalah orang yang paling menderita karena aku harus merasakan bagaimana rasanya kekerasan itu. Aku lemah, aku tak bisa melawannya dengan tenagaku yang lemah ini. Aku tak dapat merasakan kasih sayang dari saudara-saudaraku. Sepupuku yang dulu berteman akrab denganku, kini menjauhiku karena aku sudah menjadi makhluk penyediri yang aneh. Dia pasti tidak ingin berteman denganku lagi, karena aku ini tidak seperti teman-teman menyenangkan yang ia temui di lingkungan pergaulannya. Nenekku? Ia selalu merawatku, ketika aku mogok makan, dialah yang memaksaku untuk makan. Ketika aku butuh sesuatu, dia berusaha untuk memenuhinya. Kasih sayang? Ataukah hanya belas kasihan? Atau mungkin memang benar kata orang-orang, aku tak lagi memiliki hati ataupun perasaan.

Aku tak pernah memiliki sahabat sejati. Orang-orang hanya datang dan pergi. Ketika mereka melihat kekuranganku, mereka tak lagi membutuhkanku. Mereka membuangku seperti sampah. Iya, aku memanglah sampah. Dan lebih buruk lagi, mereka berbuat kasar padaku atau mencemoohku di depan maupun di belakangku. Hal-hal seperti itu rasanya sudah menjadi sebuah kebiasaan yang harus aku terima setiap kali aku harus beriteraksi dengan manusia lain. Aku sudah lupa bagaimana rasanya bersenang-senang dengan teman. Ataukah mungkin aku tak pernah merasakannya?

Suatu hari, ada seorang “pangeran” yang datang menolongku. Ia sangat baik dan ramah kepadaku. Ia berbeda dengan manusia lain, ia memiliki hati yang tulus. Ia mendekapku dalam pelukan hangatnya, ketika aku sedang bersedih. Ia mencoba menghiburku dengan segala macam cara agar aku tersenyum. Suatu hari ia menghilang dari kehidupanku, tanpa meninggalkan jejak. Ketika ia menghilang, aku baru sadar bahwa aku mencintainya. Aku terus mencarinya, namun aku tak dapat menemukannya. Suatu hari, ia kembali lagi ke kehidupanku. namun sang “pangeran” sudah menemukan “tuan putrinya”. Ia juga tak lagi mengingatku, semua kenangan kami sudah hilang dari ingatannya. Ia kembali meninggalkanku, dengan diriku yang terluka karenanya. Bad End-

Ketika aku sudah mulai melupakan “pangeran” itu, aku bertemu kembali dengan seseorang. Ia datang saat aku mengira diriku akan kembali kesepian. Ia menyembuhkan luka yang sudah sejak lama aku alami. Ia menggenggam tanganku dan membagi kehangatannya, saat tidak ada orang lain yang sudi menyentuh tanganku. Ia tersenyum padaku tiap kali kami bertemu, seolah ia juga menantikan pertemuan itu. Waktu-waktu bersamanya sungguh berharga bagiku. Namun tanpa kusadari, semakin lama semakin terasa jarak di antara kami. Dan jarak itulah yang membuat perasaanku semakin tumbuh. Awalnya, aku mengira aku hanya ingin bersahabat dengannya. Namun perasaan ini, ini lebih dari kasih sayang seorang sahabat. Perlahan kusadari, aku mencintainya setulus hati. Aku ingin selalu bersamanya, menghabiskan waktu-waktu yang menyenangkan bersamanya. Meski kami terpisah, aku selalu berusaha untuk menghubunginya, aku tak ingin komunikasi kami terputus. Aku selalu ada untuknya saat ia membutuhkanku. Dan aku selalu datang padanya saat aku sedang bahagia maupun berduka. Aku selalu menceritakan banyak hal tentang diriku padanya. Aku selalu berusaha untuk membuatnya bahagia semampu diriku. Tidak masalah jika ia tidak membalas perasaanku, asalkan ia menganggapku sebagai sahabat baiknya, itu sudah lebih dari cukup bagiku. Aku ingin selalu bersamanya, dan menghabiskan waktu bersamanya. Karena dengan bersama dirinya, aku merasa begitu nyaman.

Namun apa yang aku dapat dari semua pengorbananku itu? Luka baru, air mata, derita, dan kesepian. Ia tak pernah membalas perasaanku, sedikitpun. Ia selalu menyakitiku, meski terkadang ia tak menyadarinya. Aku terluka karena ia tak melihatku saat aku rela tampil di depan ratusan orang dan menanggung semua rasa maluku untuk dirinya. Aku menangis berhari-hari di dalam kamarku dan menderita karena depresi, ia tak pernah tahu hal itu. Sudah tak terhitung berapa banyak air mata yang kuteteskan untuknya, ia tak pernah mengetahuinya. Meski seringkali ia ada untukku, namun aku tetap merasa kesepian. Seolah saat kami bersama, hanya aku yang menikmati kebersamaan itu. Ia lebih terlihat bahagia saat bersama orang lain. karena mungkin baginya aku hanyalah sampah, pengganggu, orang aneh. Aku terluka saat aku tahu ia mencintai orang lain. Namun ia tak pernah tahu semua itu. Tak peduli seberapa banyak penderitaan yang kualami, ia tak pernah mengetahuinya. Karena keberadaanku di sampingnya, tak pernah ada artinya. Tak peduli berapa banyak yang hal telah kulakukan dan kukorbankan untuknya. Hingga akhirnya kami berpisah, dan tak pernah bertemu lagi. Bad End-

Aku sudah menghilangkan perasaanku, bahkan hatiku. Hingga akhirnya aku tak dapat lagi merasakan apapun. Aku tak lagi percaya pada cinta atau manusia. Karena pada akhirnya, perasaanku ini tak pernah terbalas. Tak ada manusia yang sudi membalas perasaan seorang gadis buruk rupa dan aneh, yang terbuang dari kumpulan manusia sepertiku. Pada akhirnya, semua orang yang aku anggap spesial, ternyata sama saja seperti manusia lain. Hanya datang dan pergi, namun tak pernah kembali. Tak heran aku jadi membenci manusia. Aku mungkin tak dapat lagi merasakan cinta dan kasih sayang. Mungkin zat kimia pembentuk rasa cinta di otakku sudah habis kugunakan. Aku sudah tak memerlukannya lagi. Selama aku mencintai, yang bisa kurasakan hanya rasa sakit. Inikah cinta? Kesannya beda seperti di film-film dan buku-buku romantis, yang menggambarkan cinta itu indah dan berkilauan. Namun cinta yang kurasakan, begitu gelap, suram dan menyakitkan. Mungkin, akan lebih baik jika aku tak bisa merasakannya lagi.

Aku tidak peduli dengan semua nasehat yang orang lain berikan padaku. Aku sudah menutup hatiku rapat-rapat. Aku tak lagi mempunyai apa yang manusia sebut dengan perasaan. Yang bisa kurasakan hanya ruang yang hampa dan kosong. Hidupku kosong, hampa. Semua yang kulakukan tak ada artinya. Pada akhirnya, orang-orang hanya akan menjauhiku. Aku, keberadaanku tak pernah dianggap. Tak peduli berapa banyak kebaikan yang kulakukan. Aku lebih memilih menutup diriku dan menjauh dari manusia. Hidup itu sungguh menyakitkan. Manusia sungguh menakutkan. Yang mereka lakukan hanyalah menyakiti manusia lain, dan meninggalkannya ketika ia sudah tak berdaya. Aku menutup diri, menjauh dari pergaulan manusia. Dan aku kini hanya duduk terdiam di ruanganku sambil menunggu datangnya kematianku. Mungkinkah aku akan mati sebagai sampah yang tidak berguna?

Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Coretan dengan judul They Never Know How Much I'm Suffering. Jika kamu suka, jangan lupa like dan bagikan keteman-temanmu ya... By : Zobotrick
Ditulis oleh: Puspita Zulviandari - Friday, September 15, 2017
Comments
0 Comments

Belum ada komentar untuk "They Never Know How Much I'm Suffering"

Post a Comment