Diam, ya hanya itu yang bisa
kulakukan, saat orang-orang sibuk berinteraksi satu sama lain. Apakah hanya aku
di dunia ini yang selalu menutup diri seperti ini? Ternyata tidak, banyak orang
yang sama sepertiku. Suka menyendiri dan menutup diri dari pergaulan. Kadang
itu baik, kadang juga buruk. Baiknya adalah kita bisa terhindar dari yang
namanya pergaulan bebas. Buruknya? Kita rentan depresi dan pastinya akan sulit
menjalani hidup karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Kita tak bisa
hidup tanpa orang lain. Aku sudah mencoba tuk berubah, namun tak pernah bisa.
Aku selalu salah, kadang aku hanya diajak berkumpul saat mereka membutuhkanku,
karena selain itu aku tak ada gunanya saat berkumpul karena hanya akan jadi
patung yang hanya diam. Aku memang jarang sekali mau berbicara. Aku lebih suka
bekerja, mencari informasi di internet yang tiada habisnya, menonton film
kesukaan, iseng-iseng ngoding,
bermain game atau membuat demo musik. Aku suka musik, orang bilang aku bisa
menyanyi dengan baik. Namun aku benci bernyanyi di depan umum. Aku ikut
kompetisi bernyanyi hanya untuk menyenangkan hati orang yang selama ini aku
anggap sahabat. Aku menganggapnya sahabat terbaik yang pernah ku miliki. Aku
akan lakukan apapun asal dia senang.
Orang-orang
mengenalku sebagai orang yang dingin dan misterius. Aku suka menyendiri, dan
menutup diri. Terkadang aku tiba-tiba murung, menangis. Moodku terkadang
berubah-ubah drastis. Orang-orang bertanya masalahku, aku tak mau menjawab. Aku
bukan tipe orang yang gampang terbuka pada orang lain. Aku menganggap orang
lain hanyalah penasaran, bukan mau membantu memecahkan persoalanku ini. Aku
hanya mau menceritakan semuanya pada sahabatku saja. Aku tak mudah percaya pada
orang lain, aku punya trauma akan hal itu. Saat aku merah, emosiku meluap-luap
dan aku bisa berubah menjadi orang yang mengerikan. Namun kadang aku hanya diam
dan merenung di kamarku. Aku menyiksa diri sendiri, karena aku tak mampu
bercerita masalahku pada siapapun. Seharian tak ada nafsu untuk makan dan
minum, untuk lakukan apapun. Yang kulakukan hanya bermain imajinasi di dalam
pikiranku. Memikirkan masa lalu yang menyenangkan, yang kini sudah tidak bisa
kualami atau memikirkan masalahku dan mencoba memecahkan sendiri.
Soal
cinta, aku sulit untuk jatuh cinta. Ketika aku menyukai seseorang, itu akan
bertahan lama. Namun, tak pernah kuungkapkan. Yang dapat kulakukan hanya
menunggu. Aku tak pernah pacaran, aku tak punya waktu untuk hal itu. Bullying
sudah menjadi hal yang biasa, aku biasa dibully dari SD, SMP dan sampai
sekarang pun masih rasanya. Kadang aku tertekan dan hanya bisa pasrah. Aku tak
punya daya untuk melawan bullying. Aku hanya bisa diam, tak tau harus lakukan
apa.
Sahabat?
Hmm…, aku tak pernah punya sahabat. Saat ini memang ada orang yang kuanggap
sahabat. Dia orang yang pertama kali kukenal saat masuk SMK. Hari-hari singkat
bersamanya, adalah hari-hari yang bahagia. Aku menemukan teman yang tepat, yang
selama ini kucari. Namun, kami terpisah kelas dan jurusan. Hal itu tentu sangat
berpengaruh. Kami jarang bertemu, hanya sesekali saja. Bahkan teman-temanku pun
mungkin tak tau siapa sejatinya sahabatku. Aku menganggapnya sebagai sahabat
baik, dia yang bisa mengerti kekuranganku. Dia yang sering mensupportku. Namun dia
kadang sangat cuek, dan “tidak peka”. Aku pernah mengacuhkannya dan memilih
bersama salah satu teman sekelasnya yang pernah menjadi teman sebangkunya. Dia
yang merasa diacuhkan, menanyakan alasan mengapa aku mengacuhkannya. Aku tak
tau apa maunya. “Diperhatikan malah cuek, dicuekin malah nanyain.” Bingung
harus berbuat apa menghadapi teman seperti ini.
Dia
menyuruhku untuk unjuk gigi dengan bernyanyi di depan umum. Aku mau-mau saja,
asal dia menontonku dan memberiku support. Maka aku berlatih keras supaya nanti
sahabatku tidak kecewa. Namun usahaku sia-sia saja. Dia tidak datang menonton,
dan tak ada sedikitpun rasa bersalah. Saat tampil, aku tak bersemangat karena
dia tak datang, hasilnya pun kurang. Aku sudah mati-matian latihan, namun semua
itu tak ada gunanya. Sebelumnya aku trauma, karena aku pernah dipaksa ikut
kompetisi bernyanyi semacam ini namun saat hari H, aku tak diperbolehkan ikut.
Itu membuatku terpukul, karena aku sudah berusaha keras latihan. Sejak saat itu
aku tak mau tampil di depan umum. Namun aku berusaha menyembuhkan traumaku ini
demi dia. Namun kenyataan memang tak seindah harapan. Karena hal itu aku
depresi berhari-hari. Aku hanya diam di kamar, dan hanya duduk termenung. Tak
terasa air mata ini menetes karenanya. Di sekolah aku hanya diam dan mencoba
membuat demo musik, malas untuk keluar kelas. Jujur aku malu, setelah aku
tampil di depan umum. Itu pertama kali dalam hidupku. Aku melakukan itu demi
sahabat, tapi dia sendiri tak datang melihatku. Traumaku kambuh lagi, aku tak
mau ikut kompetisi apapun. Aku senang kalah lomba, dengan ini aku tak akan
tampil di kompetisi lagi. Aku lebih suka membuat musik daripada harus menyanyi. Aku memilih fokus
belajar, karena aku bertekad untuk sukses dengan hasil kerja kerasku sendiri.
Aku tak pernah lagi menghubungi sahabatku saat liburan ini. Biasanya kami
bercanda walaupun hanya lewat BBM. Seingatku ia pernah menulis “Ketika mendapat
teman baru, teman lama biasanya dilupakan.”. Mungkin itulah yang terjadi
padanya. Dia ekstrovert, tentu mudah mendapat teman baru, banyak teman baru.
Tak seperti aku yang pendiam ini.
Aku tak
merasa diriku cerdas, aku masih harus banyak belajar. Tak hanya belajar
akademis, namun juga bergaul. Jika ada pelajaran bergaul, mungkin nilaiku masih
sangatlah rendah. Entah mengapa aku jadi pendiam seperti ini. Apa karena
lingkungan? Atau memang keturunan?
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Coretan
dengan judul Silent. Jika kamu suka, jangan lupa like dan bagikan keteman-temanmu ya... By : Zobotrick
Ditulis oleh:
Puspita Zulviandari - Saturday, June 20, 2015